Source: http://www.who.or.id/ind/ourworks.asp?id=ow3#top
PROGRAM KESEHATAN ANAK
DAN REMAJA 1
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Di Indonesia, kesehatan dan
jasa-jasa lainnya secara umum semakin lama mulai menanggapi kebutuhan-kebutuhan
dan permintaan dari kebanyakan remaja. Sejumlah projek dan program yang
didukung oleh pemerintah dengan atau tanpa bantuan donatur telah ada selama beberapa
waktu, namun kebanyakan dari mereka hanya berfokus pada sejumlah isu-isu yang
terbatas saja yang berhubungan dengan remaja dan tidak pada kebutuhan mereka
secara keseluruhan. Fokus projek untuk tahun 2004-2005 adalah untuk mendukung
pengembangan lebih lanjut dari rencana pembangunan remaja nasional dan daerah
dan pelaksanaannya, termasuk kebutuhan koordinasi antara para mitra, akses dan
mutu dari jasa kesehatan yang ramah remaja dalam konteks pendekatan yang lebih
"ramah publik" dan akses bagi remaja ke informasi yang dapat
diandalkan dan relevan yang mana remaja dapat mendasarkan keputusannya.
Sasaran:
- Menyusun pedoman perencanaan dan teknis, terutama bagi
tingkat daerah, untuk memperbaiki kesehatan remaja berdasarkan Rencana
Kesehatan Remaja Nasional.
PROGRAM KESEHATAN ANAK
DAN REMAJA 2
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Indonesia masih memiliki angka
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi dengan angka yang sangat tinggi di
sejumlah daerah. Masalah ditemukan dalam periode neonatal dan dampak dari
penyakit menular, terutama pneumonia, malaria dan diare, ditambah dengan
masalah gizi mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak. Perawatan Penyakit
Anak yang Terpadu (IMCI), yang diperkenalkan oleh WHO di tahun 1995, sedang
diadopsi dan digunakan oleh banyak daerah dan propinsi. Kebanyakan pedoman
teknis yang dibutuhkan untuk IMCI termasuk pedoman perencanaan, sedang
dikembangkan dan digunakan meskipun sebagian perlu diperbaiki terutama yang
berhubungan dengan kesehatan anak baru lahir.
Diperlukan penggabungan dari
pendekatan IMCI kini yang terbatas dengan kebutuhan keseluruhan dari semua
anak-anak (sakit dan sehat). Diperlukan juga untuk mencari cara-cara untuk
mengurangi angka kematian bayi dan anak nasional dengan menargetkan
daerah-daerah dimana angka ini paling tinggi dan dengan menargetkan kematian
bayi bersama dengan program kesehatan lainnya seperti kesehatan ibu.
Fokus dari rencana kerja tahun
2004-2005 akan menjadi tantangan untuk mengembangkan strategi daerah
keseluruhan untuk kesehatan anak sesuai dengan kebijakan kesehatan anak
nasional. Pelaksanaan dari intervensi kesehatan anak yang luas dan terpadu,
perbaikan alat-alat yang ada dan pengembangan alat-alat untuk membantu mengubah
fokus pada anak yang sakit ke kesehatan keseluruhan dari anak.
Ini akan dicapai dengan mengikuti
dasar-dasar dari pendekatan IMCI (peranan dari tingkat keluarga/masyarakat,
meningkatkan ketrampilan pekerja kesehatan dan sistem kesehatan yang dibutuhkan
untuk kesehatan anak) termasuk isu penting akan gizi, terutama pemberian ASI,
sampai dengan pasal-pasal yang relevan dari Convention of Rights of the Child
(CRC/ Konvensi Hak-Hak Anak). Selain itu, projek ini juga akan berupaya untuk
memetakan dan membantu daerah-daerah dimana intervensi kesehatan anak memiliki
dampak yang paling besar pada kematian anak.
Sasaran:
- Pendekatan yang lebih luas terhadap kesehatan anak
sesuai dengan CRC, terutama pada tingkat daerah, termasuk ketiga komponen
dari IMCI, periode neonatal dan isu-isu gizi seperti pemberian ASI.
Sasaran ini, meskipun dibawah Sasaran Global Kesehatan Anak dan Remaja
3.1.3, juga akan berkontribusi secara besar pada Sasaran Global Kesehatan
Anak dan Remaja 3.1.1(CRC), 3.1.4 (kesehatan bayi) dan NUT 4.2.4 (kurang
gizi/ gizi).
PROGRAM PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN KESEHATAN REPRODUKSI
Pokok Persoalan dan Tantangan:
WHO memperkirakan kesehatan
reproduksi yang buruk berjumlah 33% dari jumlah total beban penyakit pada
wanita dibandingkan dengan 12,3% pada pria pada usia yang sama. Setiap tahunnya
sekitar 4.500.000 wanita melahirkan di Indonesia dan sekitar 15.000 mengalami
komplikasi yang menyebabkan kematian. Jumlah kematian bayi dapat diperkirakan
sekitar 120.000. Dari riset yang berbeda-beda dilaporkan bahwa kurang gizi dan
anemia, fertilitas dan kehamilan remaja dengan risiko-risiko yang berhubungan,
meningkatnya insiden penyakit yang menular melalui hubungan seks dan HIV/AIDS,
malaria dalam kehamilan dan komplikasi aborsi adalah isu-isu yang patut
dipelajari lebih lanjut untuk lebih dimengerti implikasinya dan kontribusinya
terhadap tingginya AKI dan AKB di Indonesia.
Di beberapa propinsi ( seperti
Maluku Utara, Timor Barat, Sumatera Barat), insiden malaria dalam kehamilan dan
malaria bawaan sangat tinggi dan ada kebutuhan yang mendesak untuk menyuarakan
kebijakan dan rencana pembangunan.
Dengan jumlah tinggi SB yang
dilaporkan di beberapa propinsi seperti di Sumatera Barat, Jawa Tengah,
Kalimantan Timur maka harus diketahui informasi lebih banyak lagi tentang
kemungkinan penyebab IUD, syphilis adalah salah satunya dan kebijakan yang
berhubungan dengan penyakit yang menular melalui hubungan seks/HIV harus
menjadi langkah berikutnya.
Rendahnya angka kelahiran yang
dibantu oleh personel yang terampil adalah salah satu tantangan dari sistem
pelayanan ibu dan bayi yang telah meletakkan ribuan bidan di desa-desa di
Indonesia. Untuk mengerti apa yang menghalangi wanita dari jangkauan personel
yang terampil memerlukan penyelidikan yang tepat agar dapat menyelesaikan
masalah dari akarnya.
Langkah pertama untuk mencapai keikutsertaan
politik adalah untuk meyakinkan para pembuat kebijakan dengan data yang jelas
bahwa tindakan yang tepat harus diambil.
Sasaran:
- Dukungan teknis yang disediakan untuk DepKes untuk
pengembangan kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan
dan malaria bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan
dan untuk membentuk beberapa riset prioritas dalam wilayah MPS dan dalam
menerapkan standar yang berdasarkan bukti dan kebijakan untuk mengurangi
angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi.
PROGRAM PENINGKATAN
KEHAMILAN YANG LEBIH SEHAT
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Peningkatan kesehatan ibu dan bayi
di Indonesia adalah salah satu komitmen DepKes melalui penerapan Rencana
Pengurangan Angka Kematian dan Kesakitan Ibu dan Bayi. Setelah Indonesia telah
membuat investasi yang penting dalam pembangunan prasarana yang mendasar dan
sumber daya manusia untuk penghantaran Pelayanan Kesehatan Utama,
indikator-indikatornya belum memperlihatkan hasil positif yang diharapkan.
Meskipun adanya kemajuan di antara indikator-indikator sosial ekonomi, Angka
Kematian Ibu dan Bayi masih tinggi dengan perkiraan sekitar 334 kematian per
100.000 kelahiran yang hidup - Metode Sisterhood 1997 - dan Angka Kematian Bayi
adalah 25/1000.
Indikator yang menunjukkan masalah
yang harus dihadapi: meskipun kunjungan antenatal yang pertama menjangkau 90%
dari ibu hamil, hanya 60% kelahiran dilakukan oleh personel yang terampil.
Hingga kini, penerimaan, akses dan penggunaan perawatan darurat yang dasar dan
lengkap bergantung pada jangkauan ekonomi, perilaku, sosial, budaya dan
kemampuan dan pengetahuan dari wanita dan pria untuk memutuskan jika dan dimana
untuk mencari pelayanan. Penyebab ini dapat berasal dari berbagai batasan
finansiil sampai dengan kurangnya kepastian dalam pelayanan yang memperlihatkan
kebutuhan akan perbaikan yang besar karena referensi waktu dalam situasi
darurat masih menjadi isu di banyak daerah, perawatan perinatal tidak
menanggapi persyaratan kualitas dan masih rendahnya pengertian akan pentingnya
persiapan kelahiran: situasi yang meningkatkan risiko yang berhubungan dengan
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal.
Pengalaman dari kemungkinan dan
kesinambungan dari pengawasan yang teratur, bertumbuh dan mendukung dan sampai
tingkat pelayanan yang berbeda-beda telah memperlihatkan penerapan yang sulit
dan dengan hasil yang buruk, atau tidak ada hasilnya. Pengawasan adalah
kegiatan yang mahal, ini memerlukan orang-orang yang terlatih dengan baik dan
penuh pengabdian, ini harus bersifat teratur, ini harus memberikan tanggapan,
ini harus menghasilkan sesuatu dan tindakan yang diharapkan untuk diambil oleh
kedua belah pihak pengawas dan diawasi. Pendekatan-pendekatan yang berbeda
telah dicoba untuk memperbaiki pengelolaan dan kualitas perawatan klinis; salah
satunya menekankan kapasitas dari personel kesehatan untuk belajar dari
kesalahan dan keterbatasannya. Dengan menggunakan pengalaman yang diperoleh
dari negara-negara lain dan untuk meningkatkan pengertian setempat dan
penggunaan yang tepat dari audit AKI dan AKB ada kebutuhan untuk tindak lanjut
yang lebih baik dari penggunaannya. Penerapannya yang tepat adalah langkah
pertama bagi staf kesehatan untuk menjadi aktor dan bertanggung jawab dari
perbaikannya sendiri dan untuk menyokong dan memberikan anjuran ke pengelola
untuk perubahan-perubahan yang akan memperbaiki pelayanan ke klien.
Konsep perbaikan yang sama dari
pelayanan melalui pengawasan dan evaluasi diri sendiri dan tim tetap berada di
belakang pendukung dari penyelenggaraan "Sistem Kinerja Klinis dan
Pengelolaan", sebagai alat yang perlu diperbaiki dan ditetapkan kembali
jika ingin diperkenalkan ke dalam skala yang lebih besar di propinsi dan daerah
yang lain dan dalam pelatihan pra-pelayanan.
Kebijakan Nasional menyatakan bahwa:
semua kelahiran harus dibantu oleh staf kesehatan yang terlatih. Sedangkan
selama periode transisi kemitraan antara TBA dan bidan desa sangat dianjurkan.
Setelah dikeluarkannya Permenkes no. 900 otoritas hukum dari seorang bidan
dalam membantu kelahiran yang komplikasi menjadi lebih luas dan untuk tahun
2010 semua bidan desa harus dilengkapi dan dilatih untuk membantu kelahiran
yang komplikasi dan harus mampu untuk melakukan resusitasi dan merawat bayi
yang baru lahir dengan tepat. Banyaknya seminar dalam pelayanan yang
diselenggarakan dan yang sedang berjalan di dalam negeri nampaknya tidak ada
dampak pada kualitas perawatan obstetrik sampai kini dan pastinya tidak
memperlihatkan kontribusi menuju penurunan AKI dan AKB. Untuk berkontribusi
secara bermakna dalam perbaikan kualitas pelayanan yang berkelanjutan dan
berkesinambungan, suatu keputusan yang penting harus dibuat: intervensi yang
jangka panjang, permanen dan terkoordinasi harus diprioritaskan untuk mencapai
perbaikan yang lebih baik dan tahan lama di dalam kualitas pelayanan yang
ditawarkan kepada ibu hamil dan bayi mereka. Keputusan ini tidak menjadi mudah
karena beberapa alasan, namun perbaikan dari pelatihan pra-pelayanan telah
memperlihatkan di banyak negara untuk menjadi opsi yang benar. Suatu pelatihan
pra-pelayanan yang baik kualitasnya dapat diperoleh hanya dengan mengikuti
langkah-langkah yang tepat yang dimulai dengan pengembangan koordinasi yang
dekat di antara departemen-departemen yang berbeda yang bertanggung jawab akan
pendidikan staf Kesehatan Ibu dan Anak.
Hasil yang positif akan keluar dari
intervensi yang berbeda-beda, kurikulum yang diperbaharui dan disusun untuk
memenuhi kebutuhan negeri, deontologis yang serius, pelatihan teori dan praktik
bagi guru-guru bidan, pelatihan teori dan praktik bagi murid-murid jurusan
kebidanan, kriteria pemilihan yang seleksi untuk diterima di Sekolah. Sekolah
Kebidanan harus memiliki standar kelembagaan sekolah, tempat pelatihan harus
menjadi tempat dimana beban pekerjaan cukup dan perawatan dengan kualitas
terbaik dapat diperlihatkan dan diajarkan. Tanggung jawab dari para pembuat
kebijakan dan para ahli teknis adalah besar, yaitu mengambil keputusan yang
benar adalah tantangan yang besar dan karena model standar harus disusun
kembali, beberapa lembaga pemerintah harus didukung untuk memulai dan
menerapkan model tersebut di dalam kurun waktu dua tahun yang akan datang.
Sekolah Kebidanan yang sekarang ada berjumlah 117 (46 milik DepKes, 58 swasta,
12 milik pemerintah setempat, 1 milik Angkatan Darat) adalah tugas besar yang
harus diperhatikan dan diawasi kualitasnya dengan tepat, pastinya dengan
sekolah baru yang harus diakreditasi, dengan ini intervensi suara dalam bidang
ini adalah harus.
Sasaran:
- Membantu DepKes untuk menyediakan dan untuk memperkuat
kapasitas kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi di tingkat pusat,
propinsi dan daerah, dalam pendidikan kebidanan pra-pelayanan dan
memperkuat koordinasi di dalam organisasi professional DepKEs dan mitranya
untuk perencanaan MPS, menerapkan pengawasan dan evaluasi.
PROGRAM HIV/AIDS
Pokok Persoalan dan Tantangan:
Seperti yang telah diidentifikasikan
di dalam kerangka kerja strategis WHO SEAR, meskipun dengan upaya-upaya yang
sedang berjalan, ini masih mengalami banyak tantangan. Ini termasuk, disamping
yang lainnya, meningkatnya intervensi pencegahan yang berhasil, meningkatkan
kesadaran akan HIV/AIDS dalam masyarakat, mengatasi beberapa rintangan terbesar
yang menghalangi tanggapan yang efektif seperti penyangkalan, menyalahkan,
kepuasan dan aib, dan menyediakan jasa konseling dan tes dengan sukarela, dan
juga perawatan dan bantuan bagi mereka yang sudah terinfeksi.
Sasaran:
- Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan
secara seksual dari HIV dengan meningkatkan pencegahan dan perawatan dari
penyakit yang menular melalui hubungan seksual.
- Menyediakan dukungan teknis untuk pencegahan penularan
HIV melalui darah dengan mencegah HIV di antara para pengguna jarum suntik
narkoba; dan menjamin praktik penyuntikan yang aman di lingkungan
pelayanan kesehatan (termasuk perlindungan bagi pekerja kesehatan).
- Menyediakan dukungan teknis untuk memperkuat perawatan
dan bantuan yang lengkap termasuk VCT; perawatan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan HIV/AIDS; dan memperbaiki akses terhadap ART.